ZIGI – Hari Raya Galungan merupakan hari perayaan umat Hindu atas kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Bukan hanya merayakan kemenangan atas Dharma dari Adharma, perayaan ini juga bertujuan untuk memperingati terciptanya alam semesta.
Perayaan umat Hindu ini umumnya ditandai dengan penjor yang terbuat dari bambu maupun janur dan dipasang sepanjang jalan. Lantas bagaimana hari raya galungan bermula? Simak yuk sejarah dan berbagai ritual ibadah umat Hindu selama Hari Raya Galungan.
Baca Juga: 7 Tradisi Unik Hari Raya Nyepi yang Menarik Wisatawan di Bali
Sejarah Hari Raya Galungan

Melansir dari Buleleng.bulelengkab.go.id, Hari Raya Galungan merupakan sebuah perayaan umat Hindu yang selalu digelar setiap enam bulan Bali (210 hari) yakni hari Budha Kliwon Dungulan alias Rabu Kliwon wuku Dungulan.
Galungan sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung. Galungan juga biasa disebut dengan ‘dungulan’ yang artinya menang.
Menurut mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, Drs. I Gusti Agung Gede Putra mengatakan perayaan galungan sebelumnya dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sebelum populer di Bali.
Sedangkan menurut lontar Purana Dwipa, Hari Raya Galungan sendiri pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) pada 882 Masehi (804 tahun Saka).
“Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka,” bunyi dalam lontar.
Sementara lontar sering kali disebut oleh umat Hindu sebagai ibarat pusaka suci (yang disucikan) atau kitab pedoman umat Hindu.
Alasan Hari Raya Galungan Tidak Masuk Hari Libur Nasional

Meskipun sebagai hari perayaan umat Hindu, Hari Raya Galungan dan Kuningan tidak masuk ke dalam hari libur Nasional. Pasalnya, perayaan ini umumnya dirayakan setiap dua tahun sekali menurut kalender Masehi.
Jarak antara Galungan dan Kuningan adalah sepuluh hari berdasarkan perhitungan kalender Bali. Galungan biasa dirayakan pada hari Rabu pada wuku Dungulan yakni Rabu, 8 Juni 2022 kemudian disusul dengan Hari Raya Kuningan sepuluh hari kemudian yakni Sabtu pada wuku Kuningan, 18 Juni 2022.
Pada Jumat Wage Kuningan biasa disebut dengan Hari Penampahan Kuningan, tidak ada upacara yang dilakukan namun dianjurkan untuk melakukan kegiatan rohani. Sedangkan pada Sabtu Kliwon alias Kuningan, dalam lontar Sundraigama disebutkan bahwa umat Hindu hendak menghanturkan sesaji pada pagi hari.
Para umat yang merayakan Kuningan tidak diperkenankan mengahanturkan sesaji menjelang tengah hari karena dipercaya pada tengah hari adalah kembalinya pada Dewata dan Dewa Pitara ke Swarga.
Rangkaian Hari Raya Galungan

- Editor: Jean Ayu Karna Asmara